Iki Radio - Tradisi pacu jalur di Kabupaten Kuantan Singingi viral di media sosial. Satu hal yang membuat viral adalah aksi bocah menari di ujung perahu untuk menyemangati para pendayung.
Namun di dunia maya, tradisi menuai polemik terkati asal usul budaya tersebut."Pacu jalur dari Malaysia," ujar seorang netizen.
"Its trend from Vietnam, not trend from Indonesia. Proud Vietnam culture," tulis warganet yang lain.
Ada juga yang menyebut dari Philipina dan Thailand. Diklaim bahwa di Philipina sebelumnya yang berjoget adalah orang dewasa, tapi karena perahu lebih ramping diganti anak kecil.
Namun Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, adalah milik Indonesia. Tradisi itu sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda nasional.
Pacu Jalur adalah lomba mendayung perahu kayu tradisional, yang belakangan menjadi tren aura farming viral di platform berbagi video pendek TikTok.
"Kementerian Kebudayaan juga sudah mencatatkan itu sebagai warisan budaya tak benda nasional, jadi namanya WBTB Indonesia, jadi sudah lama," katanya di Jakarta, Selasa.
Menteri Kebudayaan mengatakan bahwa lomba olahraga tradisional di Kuantan Singingi itu merupakan bagian kekayaan budaya Indonesia. Ia juga mengemukakan bahwa tarian yang ditampilkan oleh anggota tim Pacu Jalur saat perahu melaju sangat ekspresif dan atraktif.
"Kalau menurut saya, itu organik ya, ekspresif, menyesuaikan dengan irama dari pacu itu sekaligus melakukan suatu gerakan atraktif. Atraksi yang sulit. Itu kan sulit, di ujung perahu, jadi keseimbangan sangat penting," katanya.
Menteri Kebudayaan mengapresiasi pihak-pihak yang ikut mempromosikan kekayaan budaya Nusantara kepada masyarakat dunia melalui berbagai platform, termasuk lewat media sosial.
Dikutip dari laman pemerintahan kuansing, Pacu Jalur adalah Pesta Rakyat kebanggan Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi. Sejarah Pacu Jalur berawal abad ke-17.
Awalnya pacu jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan CerentiKecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya jalur itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang.
Kemudian muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).
Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Baru pada 100 tahun kemudian, warga melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur itu menjadi semakin menarik, yakni dengan digelarnya acara lomba adu kecepatan antar jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur.
Pada awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam. Namun, seiring perkembangan zaman, akhirnya Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Oleh karena itu Pacu Jalur diadakan sekitar bulan Agustus.
Dapat digambarkan saat hari berlangsungnya Pacu Jalur, kota Jalur bagaikan lautan manusia. Terjadi kemacetan lalu lintas di mana-mana, dan masyarakat yang ada diperantauan akan terlihat lagi, mereka akan kembali hanya untuk menyaksikan acara ini. Biasanya jalur yang mengikuti perlombaan, bisa mencapai lebih dari 100. Menurut masyarakat setempat jalur adalah 'perahu besar' terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan dengan kapasitas 45-60 orang pendayung (anak pacu).
Perlombaan yang konon sudah ada sejak tahun 1903 ini menjadi agenda tetap Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk berkunjung ke Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi.
Pada masa penjajahan Belanda Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran ratu Belanda wihelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus.
Kegiatan Pacu Jalur pada zaman Belanda di mulai pada tanggal 31 agustus s/d 1 atau 2 september. Perayaan Pacu Jalur tersebut dilombakan selama 2-3 hari, tergantung pada jumlah jalur yang ikut pacu.(republika)