Iki Radio - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan peran Kementerian Kesehatan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah melakukan pengawasan. Peran ini diperlukan untuk memastikan kualitas dan keamanan makanan yang disajikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk pelajar.
Menkes
Budi mengatakan pengawasan dilakukan dengan melakukan standardisasi pelaporan,
sertifikasi keamanan pangan, dan pengawasan berlapis. “Kita ingin melakukan
standardisasi dari laporan dan angka-angka kejadian kasus,” kata Menkes Budi
pada konferensi pers terkait MBG di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Kemenkes
bersama Badan Gizi Nasional (BGN) akan mengonsolidasikan data harian dan
mingguan terkait potensi keracunan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada
publikasi berkala seperti saat masa pandemi COVID-19.
Dalam
hal sertifikasi, terdapat tiga standar sertifikasi akan diberlakukan yaitu
Sertifikat Laik Higiene Sanitas (SLHS), sertifikasi Hazard Analysis and
Critical Control Points (HACCP) untuk manajemen risiko pangan, serta sertifiksi
halal.
Kemenkes
bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan BGN akan menjadi bagian dari
sistem sertifikasi terpadu untuk memastikan makanan bergizi yang
didistribusikan aman dan sesuai standar. Selain itu, proses percepatan
sertifikasi juga disiapkan agar tidak menghambat distribusi.
Dari
sisi pengawasan juga, Kemenkes akan melakukan pengawasan eksternal serta
sebagai bagian dari gugus tugas cepat tanggap jika terjadi kasus keracunan
massal atau Kejadian Luar Biasa (KLB). “Peran Kemenkes secara gotong royong
di sini adalah nanti kita akan melakukan pengawasan eksternal kepada para
pelaksana strategi ini,” ujar Menkes Budi.
Khusus
untuk pengawasan eksternal, Kemenkes akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam
Negeri, TNI/Polri, dan aparat daerah untuk membantu pengawasan harian terhadap
SPPG.
Kemenkes
juga akan menyiapkan gugus cepat tanggap di tiap daerah yang terdiri dari Dinas
Kesehatan, rumah sakit umum daerah, serta unit UKS di sekolah-sekolah. Menkes
Budi mengatakan hal ini untuk memastikan kalau ada kejadian luar biasa itu bisa
ditangani cepat.
Selain
pengawasan produksi, ia menyoroti pentingnya pengawasan di sisi penerima, yaitu
sekolah-sekolah dan madrasah. pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemendikdasmen
dan Kemenag untuk melibatkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam memeriksa
kualitas makanan sebelum dikonsumsi. “Setidaknya begitu makanan datang,
kita bisa ajarin warnanya ada yang berubah, baunya aneh atau tidak,” ujar
Menkes Budi.
Program
pemantauan status gizi siswa juga akan menjadi bagian dari pengawasan. Kemenkes
akan mengukur tinggi dan berat badan setiap enam bulan dan mencatatnya secara by name by address untuk
evaluasi program.
Tidak
hanya itu, Kemenkes akan memperluas cakupan survei gizi tahunan yang sebelumnya
hanya fokus pada stunting. “Survei gizi nasional ini nanti akan ditambah
untuk anak-anak di atas lima tahun khususnya anak sekolah,” ujarnya.
Kepala
Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan bahwa seluruh Satuan
Pelayanan Pemenuhan Gizi wajib memiliki sertifikasi higiene, sanitasi, serta
standar keamanan pangan sebagai syarat mutlak dalam Program Makan Bergizi
Gratis.
Sejak
20 Juni 2025 BGN telah mengeluarkan keputusan agar setiap penyedia pangan
segera melengkapi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi bekerja sama dengan
Kementerian Kesehatan. Sertifikasi ini menjadi prioritas awal untuk menjamin
kelayakan pangan. “Selain SLHS, kami juga sedang mempersiapkan penerapan Hazard
Analysis Critical Control Point yang lebih menekankan pada aspek keamanan dan
proses pangan. Nantinya sertifikasi HACCP dilakukan lembaga berwenang yang
diakui Komite Akreditasi Nasional,” ujar Dadan.