Iki Radio - Pemadaman listrik dan terputusnya jaringan telekomunikasi selama hampir dua pekan pascabencana banjir pada akhir November 2025 menjadi ujian berat bagi warga Aceh.
![]() |
| Dua ASN PPPK Diskominsa Aceh sedang memanfaatkan jaringan Internet di Media Center Kementerian Komunikasi dan Digital (KemKomdigi) dengan Pemerintah Aceh. |
Di tengah keterbatasan itu, Pusat Informasi dan Media Center Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dengan Pemerintah Aceh menjadi titik krusial dalam menjaga komunikasi warga terdampak sekaligus memastikan arus informasi publik tetap berjalan.
Pengelola Layanan Operasional Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian (Diskominsa) Provinsi Aceh, Cut Meyriska Harnita (37), warga Banda Aceh, mengungkapkan bahwa sejak hari pertama bencana, listrik dan sinyal di wilayah tempat tinggalnya padam total.
“Kurang lebih dua minggu lebih listrik dan sinyal mati total. Satu-satunya cara tetap berkomunikasi dengan keluarga dan mendukung pekerjaan adalah bertahan di Media Center,” ujar Cut Meyriska, saat ditemui Jumat (26/12/2025).
Cut Meyriska menjelaskan, selama jaringan di permukiman tidak berfungsi, aktivitas komunikasi dan pengelolaan informasi sepenuhnya dipusatkan di Media Center.
Fasilitas jaringan dan Wi-Fi di lokasi tersebut memungkinkan koordinasi dengan narasumber, peliputan konferensi pers, hingga pengunggahan informasi kebencanaan.
“Kami dari pagi sampai malam berada di Media Center, karena hanya di sana jaringan bisa digunakan. Di rumah, komunikasi benar-benar terputus,” katanya.
Pemulihan jaringan berlangsung bertahap. Sebelum listrik pulih sepenuhnya, sinyal mulai muncul meski sangat lambat, dengan jeda pengiriman pesan bisa mencapai 15 hingga 20 menit. Kondisi kembali normal setelah pasokan listrik stabil.
Hal senada disampaikan Ikhsan Nul Zikri (25), operator layanan operasional tim jaringan Diskominsa Aceh yang berdomisili di Aceh Besar.
Menurutnya, tantangan utama saat bencana adalah kehabisan daya perangkat di tengah pemadaman total.
“Antisipasinya sederhana tapi krusial: mengisi daya perangkat di kantor dan memanfaatkan jaringan yang masih aktif di Media Center,” ujar Ikhsan.
Ia bersama tim teknisi ditugaskan khusus menjaga layanan jaringan di Media Center agar tetap berfungsi. Dalam kondisi tertentu, tim juga harus berpindah lokasi untuk mencari area yang listriknya telah menyala agar dapat mengakses jaringan.
Memasuki pertengahan Desember, pasokan listrik dan jaringan telekomunikasi di Banda Aceh dan sekitarnya berangsur normal.
Warga tidak lagi harus berpindah tempat untuk mencari sinyal, dan aktivitas kerja dapat kembali dilakukan dari rumah maupun kantor.
“Sekarang sudah normal. Tidak perlu lagi cari-cari jaringan. Komunikasi lancar dan pekerjaan kembali seperti sebelum bencana,” kata Cut Meyriska.
Pengalaman tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Media Center dan kesiapan infrastruktur komunikasi menjadi faktor kunci dalam menjaga layanan publik, koordinasi kebencanaan, dan ketahanan informasi masyarakat Aceh di tengah situasi darurat.(*)
















