Iki Radio - Vokalis band GIGI, Armand Maulana, dan musisi Doadibadai Hollo alias Badai eks Kerispatih menanggapi mengenai kafe yang memutuskan menghentikan memutar lagu hits karena takut bayar royalti.
Terkait persoalan tersebut, menurut Armand Maulana, para pengusaha restoran dan kafe tinggal membayar royalti untuk memutar lagu-lagu hits.
Perhitungan penarikan royalti didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan Produk Terkait Musik dan Lagu.
Dalam Pasal 1 angka 4 aturan tersebut dijelaskan bahwa penghitungan royalti di restoran dan kafe berdasarkan jumlah kursi per tahun.
Royalti pencipta sebesar Rp 60 ribu per kursi per tahun dan royalti hak terkait sebesar Rp 60 ribu per tahun. Sehingga, jika diakumulasi totalnya Rp 120 ribu per tahun.
"Kalau resto dan kafe itu hitungannya per kursi. Satu kursi 120 ribu. Itu per satu tahun. Jadi misalnya punya tempat ngopi ya, cuma 10 kursi misalnya, 10x120 berarti Rp 1,2 juta untuk satu tahun," kata Armand kepada kumparan, belum lama ini.
Soal pembayaran royalti menyita perhatian pengusaha bisnis restoran dan kafe setelah Direktur PT Mitra Bali Sukses I Gusti Ayu Sasih Ira ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta.
PT Mitra Bali Sukses merupakan perusahaan yang menaungi Mie Gacoan di wilayah Bali dan luar Jawa. Ira ditetapkan sebagai tersangka karena memutar lagu di gerai tanpa membayar royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurut Armand, para pengusaha restoran dan kafe seharusnya tidak perlu merasa khawatir untuk memutar lagu-lagu hits. Sebab, Armand menegaskan, mereka tinggal membayar royalti sesuai aturan yang berlaku.
"Para pemilik kafe tuh malah jangan, 'Ya sudahlah kalau gitu, gue enggak akan (putar lagu hits), takut gue.' Jangan seperti itu. Karena memang itu ada hukumnya, memang harus bayar," tuturnya.
Namun, ada juga pengusaha di bidang kuliner yang usahanya tidak terlalu besar. Apabila merasa terbebani, Armand mengatakan, mau tidak mau mereka tidak memutar lagu yang kena royalti.
"Kecuali, kalau misalnya gue pemilik kafe, ya sudahlah gue malas juga (putar lagu yang hits), soalnya gue kan harus bayar pegawai dan sebagainya masa gue harus ada lagi pengeluaran. Ya sudah, enggak masalah, tapi jangan airplay-in lagu-lagu yang ada copyright-nya, it's okay, enggak apa-apa," ucapnya.
Keputusan pengusaha bisnis di bidang jasa kuliner tidak memutar lagu-lagu hits karena takut kena royalti juga berdampak para publikasi karya seorang musisi. Armand mencontohkan musisi yang sedang mempromosikan karya baru mereka.
"Yang kasihan, yang sekarang bertepatan lagi promo, entah itu artis baru, artis lama, dia lagi keluarin karya. Dengan adanya kejadian seperti ini, para resto jadi enggak nge-airplay lagu-lagu itu," ujar Armand.
Armand berusaha mengambil sisi positif dari segala permasalahan terkait royalti. Salah satunya adalah banyak orang yang menjadi lebih aware dengan persoalan tersebut.
"Mungkin ini yang harus dilewati oleh industri musik Indonesia, tapi paling tidak dari sini kita berpikir positif saja, jadi semuanya melek hukum," kata Armand.(kumparan)