Iki Radio - Monitoring media bukan sekadar membaca berita atau mengumpulkan data, melainkan menjadi fondasi utama dalam menjaga reputasi dan mengarahkan kebijakan publik yang relevan. Hal itu ditegaskan CEO & Founder Brightminds Dody Rochadi dalam kegiatan Forum Media Monitoring (FoMo) yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (KemKomdigi) di Bali Sunset Road Convention Center, Rabu (29/10/2025).
Menurut Dody Rochadi, peran komunikasi publik atau humas
di setiap kementerian dan lembaga kini semakin strategis di tengah derasnya
arus informasi digital. Salah satu fungsi terpentingnya adalah melindungi
reputasi institusi melalui proses monitoring yang sistematis dan berbasis data.
“Dari monitoring kita bisa mendengar apa yang masyarakat pikirkan, apa yang
mereka keluhkan, dan bagaimana mereka menanggapi kebijakan pemerintah. Dari
situ kita bisa memperbaiki kebijakan agar lebih relevan dan efektif,” ujarnya.
Ia menjelaskan, hasil monitoring yang akurat dapat
membantu pemerintah menilai efektivitas program dan membaca tren isu publik
secara dini. Proses ini juga menjadi alat deteksi terhadap potensi krisis
reputasi instansi pemerintah. “Kalau ada isu yang muncul berulang di
pemberitaan, itu sinyal bahwa ada sesuatu yang perlu ditindaklanjuti. Dari sana
lahir rekomendasi, revisi kebijakan, atau strategi komunikasi baru,” jelas
Dody.
Lebih jauh, Dody menilai monitoring media dan media
sosial sudah menjadi keharusan di era digital. Suara publik kini tidak hanya
datang dari media arus utama, tapi juga dari platform sosial, influencer, dan
akun masyarakat yang aktif menyuarakan isu tertentu. “Digital itu sudah pasti.
Tidak ada alasan bagi instansi pemerintah untuk tidak memantau percakapan di
media sosial. Itu bagian dari wajah publik terhadap kebijakan pemerintah,”
tegasnya.
Menjawab pertanyaan terkait kebutuhan kerja sama dengan
pihak ketiga, Dody berpendapat bahwa setiap kementerian dan lembaga bisa
mengembangkan sistem monitoring internal secara mandiri agar lebih efisien dan
berkelanjutan. “Tidak harus selalu memakai vendor eksternal. Kita bisa
membangun sistem sendiri dan melatih tim humas atau komunikasi untuk
melaksanakan fungsi monitoring secara konsisten,” katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa monitoring tidak berhenti pada
pengumpulan data. Lebih penting adalah kemampuan analisis dan penerjemahan data
menjadi rekomendasi kebijakan yang konkret bagi pimpinan lembaga
"Monitoring itu harus menghasilkan insight. Data yang dikumpulkan harus
diolah, dianalisis, dan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Tanpa itu,
monitoring hanya akan jadi rutinitas tanpa arah,” tambahnya.
Lebih jauh, CEO & Founder Brightminds Dody Rochadi
menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang
komunikasi publik. Menurutnya, kemampuan analitis harus dimiliki oleh seluruh
anggota tim komunikasi — dari staf teknis hingga pejabat pimpinan. “Analisis
bukan cuma tugas staf monitoring. Semua orang komunikasi harus bisa membaca
data, memahami tren, dan mendeteksi potensi isu sejak dini. Dengan begitu,
respons pemerintah terhadap masyarakat bisa lebih cepat dan tepat,” paparnya.
Ia juga menyoroti perlunya budaya reflektif dalam tiap
instansi, di mana hasil monitoring digunakan tidak hanya untuk mengevaluasi
program yang sudah berjalan, tetapi juga untuk memperbaiki kebijakan baru.
“Setiap kebijakan harus bersumber dari data. Monitoring adalah jembatan antara
persepsi publik dan kebijakan pemerintah. Kalau kita tidak mendengar
masyarakat, kita tidak akan tahu apa yang mereka butuhkan,” tegas Dody.
Forum Media Monitoring (FoMo) sendiri menjadi wadah
berbagi praktik baik antarkementerian dan lembaga dalam mengelola isu publik
berbasis data. Melalui kegiatan ini, pemerintah diharapkan dapat membangun
ekosistem komunikasi publik yang adaptif, terukur, dan partisipatif.
“Monitoring bukan sekadar mendengar, tapi tentang bagaimana kita merespons. Di
situlah pemerintah menunjukkan empati dan kehadiran nyata di tengah
masyarakat,” tutup Dody.















